Jabaronline.com — Setelah mencuatnya kasus perundungan yang menimpa Timothy Anugrah dan memicu keprihatinan publik di berbagai daerah, Universitas Pakuan (Unpak) Bogor bergerak cepat dengan menggelar kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertema “Bangun Sekolah Ramah, Tolak Perundungan dengan Nilai Kearifan Lokal.”

Kegiatan yang berlangsung di SMA Kesatuan Bogor, Senin (20/10/2025), ini menjadi momentum refleksi penting bagi dunia pendidikan untuk menegaskan komitmen menciptakan lingkungan belajar yang aman, beradab, dan bebas kekerasan.
Program ini merupakan bagian dari Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) Berlandaskan Kearifan Lokal, yang juga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 4 tentang Quality Education.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan melibatkan 28 dosen dan 45 mahasiswa dari berbagai fakultas di Unpak — mulai dari Fakultas Hukum, Ekonomi dan Bisnis, FISIP, Teknik, FKIP, hingga FMIPA. Para peserta memberikan penyuluhan dengan pendekatan lintas disiplin, menekankan pentingnya nilai budaya lokal sebagai benteng moral untuk mencegah perundungan di sekolah.
Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Eri Sarimanah hadir membuka kegiatan dan menegaskan bahwa kasus seperti yang dialami Timothy menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya membangun budaya sekolah yang empatik dan humanis.
“Perundungan tidak hanya melukai individu, tetapi juga merusak nilai-nilai kemanusiaan. Melalui pendidikan berbasis kearifan lokal, kita ingin menumbuhkan empati, kepedulian, dan rasa tanggung jawab sosial di kalangan pelajar,” ujar Prof. Eri.
Dosen pembimbing Mukodas menambahkan, kegiatan ini merupakan penerapan nyata model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) dalam mata kuliah bahasa Indonesia
“Kami mengajak mahasiswa dan siswa untuk memahami bahwa sekolah ramah dan bebas bullying harus dibangun melalui kesadaran kolektif. Nilai-nilai lokal seperti silih asah, silih asih, silih asuh, dan silih wangi menjadi dasar moral untuk saling menghargai dan menjaga martabat satu sama lain,” ungkap Mukodas.
Menurutnya, kasus Timothy menjadi cermin bahwa hilangnya rasa empati dan gotong royong dapat menimbulkan kekerasan terselubung dalam lingkungan pendidikan. Karena itu, pendidikan karakter yang berakar pada budaya lokal harus diperkuat di setiap satuan pendidikan. Red