JABARONLINE.COM – Upaya pemerataan pendidikan kembali diuji dengan kisah seorang anak bernama Aris Maulana, warga Dusun KR Bedil, Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara. Ketika relawan pendidikan melakukan pendataan lapangan, ditemukan bahwa Aris hingga kini tidak dapat mengikuti pendidikan formal maupun Sekolah Luar Biasa (SLB) karena terhalang kondisi kesehatan serta hambatan administratif.

Aris, seorang anak yang terlahir dengan kondisi berbeda dari anak-anak seusianya, mengalami gangguan kesehatan yang membuatnya tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Kondisi tersebut berdampak langsung pada kemampuannya untuk bersekolah. Meski demikian, ibunda Aris memiliki keinginan kuat agar putranya mendapatkan pendidikan yang layak dengan menyekolahkannya di SLB terdekat.

Namun, perjalanan mereka untuk memperoleh akses pendidikan tidak semudah yang dibayangkan. Beberapa sekolah luar biasa yang mereka datangi menolak pendaftaran Aris dengan alasan tidak adanya rekomendasi dokter, sebagai syarat administrasi bagi murid dengan kebutuhan khusus. Ibunda Aris mengaku telah berulang kali berusaha mendapatkan surat keterangan dari salah satu rumah sakit besar di Kota Mataram. Sayangnya, proses panjang dan tidak menentu membuat upaya itu belum membuahkan hasil.

“Kami sudah datang beberapa kali. Pertama katanya antrean panjang, jadi disuruh kembali. Pas kami datang sesuai waktu yang diminta, dokter yang menangani anak seperti Aris sudah pindah tugas,” jelas sang ibu dengan nada lelah. Situasi tersebut membuat keluarga kesulitan memperoleh dokumen penting untuk mendaftarkan Aris ke SLB.

Kondisi kesehatan Aris juga memerlukan perhatian khusus. Menurut ibunya, Aris sering kali tidak tidur sepanjang malam hingga menjelang petang kembali. Perilaku tersebut membuat pengasuhan menjadi sangat menantang. “Kalau kita kurang sabar, ya tidak tahu bagaimana jadinya,” tuturnya sambil menggendong Aris yang tampak lemah. Mereka berharap ada bantuan dan pendampingan medis agar kondisi Aris dapat lebih terkontrol.

Para relawan pendidikan yang datang melakukan pendataan menyaksikan langsung kondisi rumah dan lingkungan tempat Aris tinggal. Mereka juga mencatat bahwa keluarga ini memiliki kemampuan ekonomi terbatas, sehingga biaya pengobatan maupun transportasi menuju fasilitas kesehatan menjadi kendala tersendiri. Ibunda Aris berharap pemerintah atau instansi terkait dapat memberikan perhatian khusus terhadap anaknya yang hingga kini belum mendapatkan hak dasar berupa layanan pendidikan dan kesehatan.

“Yang kami harapkan hanya bantuan agar Aris bisa diperiksa oleh dokter yang berkompeten, supaya dia bisa mendapatkan rekomendasi untuk bersekolah di SLB. Kami tidak punya banyak biaya, tapi kami ingin yang terbaik untuk Aris,” ujarnya penuh harap.

Kisah Aris Maulana menjadi pengingat bahwa masih ada anak-anak di pelosok daerah yang belum bisa merasakan pendidikan, bukan karena kurangnya semangat atau kemauan, melainkan karena sistem layanan yang belum sepenuhnya dapat diakses oleh keluarga dengan kondisi terbatas. Relawan berharap laporan ini dapat membuka pintu bantuan dan mempercepat langkah pemerintah untuk turun tangan membantu Aris mendapatkan haknya sebagai warga negara.