JABARONLINE.COM – Di balik kisah viral Ali Saepudin, pemotor asal Sukabumi yang sempat membuat heboh media sosial karena aksinya ugal-ugalan, tersimpan cerita pilu seorang ibu bernama Nuraisah. 

Dengan kerudung hitam yang ia kenakan hari itu, Nuraisah tampak tegar meski matanya sembab menahan tangis.
Wanita paruh baya itu mengaku dirinya sendiri yang mengantarkan Ali ke pihak kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Saya yang antar dia ke Polsek Cicurug, terus dijemput sama petugas Polres Sukabumi,” ucap Nuraisah dengan suara pelan saat ditemui di sebuah pusat rehabilitasi di bawah binaan BNN, Jumat (24/10/2025).

Sejak video anaknya menyebar luas, kehidupan keluarga kecil itu berubah total. Telepon tak henti berdering, tetangga berbisik, dan cibiran mengalir deras di media sosial. Namun bagi Nuraisah, Ali tetap anak yang sopan dan penyayang.

“Ke saya dia enggak pernah kasar. Justru suka bantu, suka ngurus rumah. Tapi kalau di luar, ya suka emosi,” tuturnya lirih.

Nuraisah masih ingat betul saat pertama kali tahu video anaknya viral. Ia langsung mencari Ali yang saat itu bersembunyi di rumah bibinya karena takut.

“Saya bilang ke dia, ayo pulang, temui polisi baik-baik. Kalau salah, harus berani tanggung jawab,” kenangnya.

Namun saat sampai di kantor polisi, Ali sempat menuduh ibunya berbohong.

“Dia marah, katanya saya jebak dia. Saya cuma bilang, ibu sayang sama kamu, tapi jangan terus minum obat begitu,” ucap Nuraisah menahan air mata.

Ia sadar anaknya sedang berjuang melawan kecanduan obat keras terbatas. Maka langkah menyerahkan anaknya ke pihak berwajib adalah bentuk cinta, bukan pengkhianatan.

“Saya cuma mau dia sembuh, bukan dipenjara. Saya ingin dia kembali jadi Ali yang dulu,” katanya.

Kini Ali menjalani rehabilitasi di Palabuhanratu. Setiap kali mengingat cibiran netizen, Nuraisah hanya bisa menghela napas.

“Saya tahu orang banyak bicara. Tapi yang tahu sebenarnya itu hanya kami. Saya cuma minta, maafkan Ali,” katanya tulus.

Di akhir pertemuan, suasana mendadak haru. Ali datang bersama petugas rehabilitasi. Ia langsung berlutut di hadapan ibunya, mencium kaki Nuraisah tanpa sepatah kata.
Nuraisah terkejut, lalu membungkuk memeluk bahu anaknya.

“Sudah, Nak. Sudah…” katanya pelan dengan suara bergetar.

Di belakang mereka terbentang spanduk bertuliskan “Keluarga adalah benteng utama pencegahan bahaya penyalahgunaan narkoba.”
Sembari mengusap kepala anaknya, Nuraisah menatap langit-langit ruangan dan berbisik lirih,

“Ya Allah, semoga ini jalan terbaik buat anak saya lepas dari obat-obatan.”***