JABARONLINE.COM– Anggota DPRD Kabupaten Bandung dari Fraksi Golkar, Asep Yusup Salim, melaksanakan kegiatan Reses Masa Sidang I Tahun 2025 di Masjid Asmaul Husna, Perumahan Puri, Desa Jagabaya, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, belum lama ini.

Kegiatan reses tersebut dihadiri oleh para konstituen, tokoh masyarakat, serta warga dari Daerah Pemilihan (Dapil) 7 yang meliputi wilayah Cimaung dan sekitarnya. Dalam kesempatan itu, Asep banyak menerima aspirasi dan keluhan warga terkait berbagai persoalan sosial dan ekonomi.

Salah satu yang paling banyak disampaikan warga adalah masalah pinjaman online (pinjol) dan bank emok yang dinilai meresahkan. Selain itu, fenomena judi online juga menjadi perhatian serius.

“Khoirunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama. Maka dari itu saya ingin benar-benar bermanfaat bagi masyarakat sebagai wakil rakyat,” ujar Asep dalam sambutannya.

Asep mengatakan, persoalan ekonomi warga saat ini menjadi tantangan besar di Kabupaten Bandung. Banyak masyarakat terpaksa meminjam uang dari lembaga tidak resmi karena desakan kebutuhan dan sulitnya akses ke lembaga keuangan legal.

“Kalau mau jujur, banyak kasus di dapil saya di Cimaung, Kiangroke, sampai Jagabaya  berawal dari pinjol. Jadi pemerintah harus punya langkah konkret,” tegasnya.

Menurutnya, pemerintah daerah perlu mengambil langkah preventif dengan membuat aturan lokal (peraturan desa/perdes) untuk membatasi bahkan menolak keberadaan lembaga keuangan tidak resmi yang kerap menjerat warga.

“Kepala desa, BPD, sampai RT dan RW bisa membuat aturan penolakan terhadap lembaga-lembaga yang tidak resmi. Supaya masyarakat tidak terus jadi korban,” ucap Asep.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa di balik pelarangan pinjol atau bank emok, masyarakat tetap membutuhkan akses pembiayaan yang mudah dan aman. Untuk itu, ia mendorong pemerintah agar menghadirkan program pinjaman tanpa agunan dan tanpa bunga sebagai solusi alternatif.

“Warga meminjam karena memang butuh. Maka pemerintah harus hadir dengan solusi, bukan hanya larangan. Misalnya pinjaman tanpa agunan, tanpa bunga. Itu bisa jadi jalan tengah,” katanya.

Asep menyebutkan, saat ini program kerja sama antara Pemkab Bandung dengan bank daerah seperti BPR dan BJB sudah berjalan, namun nominal pinjamannya masih tergolong kecil, sekitar Rp2 juta untuk tahap awal.

“Kalau lancar, bisa ditingkatkan jadi Rp5 juta bahkan Rp10 juta. Karena kebutuhan masyarakat cukup besar, bukan hanya untuk pelaku UMKM, tapi juga petani dan pekerja kecil lainnya,” jelasnya.

Terkait kondisi keuangan daerah, Asep mengakui adanya efisiensi dan penyesuaian anggaran di beberapa pos kegiatan. Namun ia memastikan, program pembangunan dan kepentingan masyarakat tetap akan menjadi prioritas utama DPRD dan pemerintah daerah.

“Yang dikurangi itu lebih ke kegiatan seremonial dan perjalanan dinas. Untuk program yang menyentuh masyarakat langsung tetap dipertahankan,” tutur Asep.

Ia berharap hasil reses kali ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan yang lebih berpihak kepada masyarakat kecil, terutama dalam menghadapi tekanan ekonomi dan sosial yang masih terjadi di berbagai wilayah Kabupaten Bandung.***