JABARONLINE.COM - Suara gaduh bersumber bentakan keras sempat mengagetkan sejumlah warga yang tengah berada di Kantin Gedung Satreskrim Polres Sukabumi.
Suara keras itu berasal dari ketegangan yang terjadi di area sebelah tepatnya Gedung Samsat yang berlokasi di Komplek Perkantoran Jalan Jendral Sudirman, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Saat media mendekat, terlihat Efri Darlin M Dachi, atau yang akrab disapa Dachi. Pria yang dikenal sebagai pengacara itu meluapkan emosinya di hadapan petugas terkait pelayanan pencairan santunan Jasa Raharja.
Kepada wartawan, Dachi mengaku bertindak sebagai pendamping ahli waris almarhumah Ibu Uneng (70), korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia pada 12 November 2025 lalu. Ia memprotes proses administrasi yang dinilainya berbelit-belit.
Ia menyebut adanya kesan saling lempar tanggung jawab antara petugas Jasa Raharja yang berkantor di Samsat dan kantor pusatnya di Kota Sukabumi, padahal berkas diklaim sudah lengkap.
"Adapun administrasi atau data yang diperoleh pihak asuransi Jasa Raharja, menurut hemat kami selaku pendamping keluarga ahli waris, sudah lengkap semua. Kemarin kami koordinasi, dijanjikan satu sampai dua hari (cair). Makanya pemberkasan saat itu kita ngebut," ujar Dachi dengan nada tinggi di lokasi kejadian kepada wartawan, Rabu (26/11/2025) siang.
Dachi mengaku kesal karena saat menagih janji pencairan, pihak keluarga justru mendapat kabar bahwa data belum diinput oleh Jasa Raharja Kota Sukabumi dan dikembalikan lagi ke Samsat Palabuhanratu.
Selain masalah birokrasi, Dachi menyoroti adanya permintaan uang sebesar Rp 200.000 dari petugas kepada ahli waris untuk membayar asuransi tahunan. Ia menilai hal ini seolah menjadi syarat agar pencairan santunan bisa segera diproses.
"Ini ada lagi yang paling fatal menurut kami. Petugas seolah memaksakan klien kami untuk membayarkan asuransi yang Rp 200 ribu per tahun. Padahal klien kami menyampaikan harus rembukan dulu," tegasnya.
Ia mempertanyakan korelasi antara kewajiban membayar produk asuransi baru tersebut dengan hak santunan kematian. "Kok ini ada upaya paksaan sampai menyuruh pengacara yang bayar pembiayaan asuransi Rp 200 ribu itu? Hak yang dibayarkan baru cair hari ini, tapi dipaksa bayar itu," tambah Dachi.
Klarifikasi Jasa Raharja
Menanggapi insiden tersebut, Staf Pelayanan Jasa Raharja Kantor Cabang Sukabumi, Dentino, memberikan klarifikasi melalui sambungan telepon. Ia menjelaskan bahwa keterlambatan proses pencairan bukan disebabkan oleh unsur kesengajaan, melainkan karena masih adanya dokumen administrasi kependudukan yang belum lengkap.
"Saya tadi sudah komunikasi langsung dengan Ibu Ria selaku anak ketujuh yang dikuasakan (anak korban). Dari sini kami langsung memonitor perkembangan berkas pengajuan dari pihak keluarga," jelas Dentino.
Menurutnya, kekurangan berkas tersebut kini telah dipenuhi. "Alhamdulillah jadi yang kurang itu KTP Ibu Ria selaku anak yang dikuasakan, sama surat keterangan kelahiran keenam kakaknya. Sisanya (sudah lengkap). Alhamdulillah hari ini sudah lengkap dan bisa kami proses pengajuan. Insyaallah besok sudah bisa diterima," ujarnya.
Terkait sorotan tajam mengenai uang Rp 200 ribu, Dentino meluruskan bahwa dana tersebut diperuntukkan bagi program Asuransi Jawara, bukan pungutan liar. Ia menyebut program tersebut merupakan bentuk perlindungan lanjutan bagi keluarga korban.
"Itu adalah Asuransi Jawara. Jadi itu sebagai bentuk kepedulian kami. Kembali lagi, ini kan sebelumnya keluarga ini kena musibah laka lantas, jadi program dari kami namanya Asuransi Jawara itu wujud kepedulian kami kepada pihak ahli waris," terang Dentino.
Ia menambahkan, dengan mengikuti program tersebut, ahli waris akan mendapatkan perlindungan asuransi selama satu tahun ke depan.
"Jadi selama setahun ke depan akan terdaftar masuk program kami. Jadi pihak keluarga atau korban bisa mengklaim ke kami (jika terjadi risiko)," pungkasnya.***