JABARONLINE.COM – Dugaan pencemaran dari aktivitas tambak udang vaname di kawasan eks kolam sidat Palabuhanratu terus mengemuka. Setelah laporan warga dan sejumlah temuan visual mencuat di media, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi bersama pemerintah kecamatan dan kelurahan melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi yang diduga menjadi sumber buangan cairan hijau berbusa ke Pantai Cipatuguran, Senin 24/11/2025.

Sementara kegiatan budidaya udang sudah berjalan enam bulan dengan alasan masih tahap uji coba. Namun temuan lapangan justru menunjukkan operasi besar: sekitar 108 kolam beroperasi di bawah nama salah satu perusahaan.

DLH menemukan adanya IPAL, saluran pembuangan, dan sistem penyedotan air laut yang digunakan untuk kebutuhan kolam. Aktivitas water intake dan pembuangan air laut ini masuk ranah kewenangan kementerian, bukan pemerintah daerah.

Saat memverifikasi dokumen usaha, DLH menemukan perusahaan hanya mengandalkan persetujuan lingkungan yang terbit otomatis melalui OSS atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Ketika diminta menunjukkan dokumen UKL–UPL yang menjadi syarat utama, pihak pengelola tidak dapat menyodorkan dokumen tersebut, hanya beberapa lampiran teknis mengenai baku mutu limbah.

“Kami melihat persetujuan lingkungan mereka terbit otomatis OSS, namun dokumen UKL–UPL yang wajib justru tidak ada. Karena penerbitannya atas nama gubernur, kami akan mengkonfirmasi langsung ke DLH Provinsi Jawa Barat,” tegas Arli Harliana, S.Si., M.Si, Kepala Bidang Kemitraan dan Penaatan Hukum Lingkungan DLH Kabupaten Sukabumi.

Arli juga menyebutkan bahwa Kabupaten Sukabumi tidak pernah menerima notifikasi dari OSS atau Amdalnet mengenai pembahasan dokumen lingkungan maupun koordinasi lintas dinas yang biasanya wajib dilakukan sebelum usaha beroperasi.

“Seharusnya pemerintah kabupaten menerima pemberitahuan. Tapi setelah kami cek, tidak ada satu pun notifikasi yang masuk,” ujarnya.

Aktivis Turun Tangan: “Indikasinya Terlalu Kuat untuk Dianggap Kebetulan”

Tak hanya DLH, aktivitas tambak ini juga disorot oleh kelompok pemerhati lingkungan. Deni Ambarin (35 tahun) dari Poros Bumi Peduli Lingkungan Sukabumi turut hadir dalam pemeriksaan dan melakukan pemantauan independen di lapangan.

“Kami melihat sendiri aktivitas tambaknya. Indikasinya mengarah pada kegiatan yang belum legal sepenuhnya. Kami masih menunggu hasil resmi dari DLH, tapi fakta fisik di lokasi sulit diabaikan,” ujar Deni.

Deni menegaskan bahwa jenis udang yang dibudidayakan adalah vaname, sehingga dipastikan menggunakan air laut yang disedot melalui sistem water intake. Ia juga mengakui adanya titik-titik yang diduga menjadi jalur pembuangan limbah dari area tambak.

“Soal limbah yang kabarnya mengalir ke pantai, kami melihat ada aliran yang patut dicurigai. Untuk memastikan tingkat pencemarannya, tentu menunggu hasil investigasi DLH,” tambahnya.

Kurangnya dokumen lingkungan, skala tambak yang besar, dugaan limbah yang mencemari pantai wisata, serta absennya notifikasi OSS menempatkan kasus ini menjadi sorotan masyarakat Sukabumi. DLH menegaskan akan menindaklanjuti temuan-temuan tersebut hingga memperoleh kejelasan dari pemerintah provinsi.***