JABARONLINE.COM — Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Bandung menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyertaan Modal Non Permanen sebesar Rp 10 miliar kepada PT BPR Kertaraharja untuk tahun anggaran 2026. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten Bandung, H. Asep Ikhsan, saat rapat paripurna penyampaian pandangan fraksi terhadap Raperda tersebut, Selasa (23/9/25).
Dalam pemaparannya, H. Asep Ikhsan menjelaskan bahwa Peraturan Daerah No.14 Tahun 2022 yang merupakan perubahan dari Perda No.11 Tahun 2022 terkait penyertaan modal non permanen dalam bentuk pinjaman dana bergulir kepada masyarakat melalui lembaga keuangan bank, akan berakhir pada Desember 2025. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peninjauan ulang agar peraturan ini tetap relevan dan dapat mendukung pertumbuhan serta pemerataan perekonomian di Kabupaten Bandung.
“Kami melihat penyertaan modal non permanen ini sangat penting untuk mendukung rencana pembangunan jangka menengah daerah, sekaligus mendorong pemberdayaan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat Kabupaten Bandung,” ujar Ketua Fraksi Demokrat tersebut.
Lebih lanjut, Asep Ikhsan menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program dana bergulir selama ini. Ia mengapresiasi upaya yang telah dilakukan, namun berharap agar pelaksanaan program dilakukan secara transparan dan akuntabel agar dampaknya benar-benar dirasakan oleh masyarakat kecil.
“Program ini seyogianya menjadi instrumen pemerintah untuk memerangi praktek rentenir (bank emok), pinjaman online ilegal, dan judi online yang semakin meresahkan masyarakat dan menyebabkan banyak warga terjerat hutang,” tambahnya.
Selain itu, Asep juga mengingatkan agar lembaga keuangan yang terlibat terus berupaya menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet, sehingga dana bergulir dapat terus berputar dan membantu masyarakat kecil yang membutuhkan.
Terkait penyertaan modal kepada PT BPR Kertaraharja, H. Asep Ikhsan mengacu pada Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya pasal 21 ayat 5. Penyertaan modal ini harus didasarkan pada analisis investasi yang matang serta rencana bisnis BUMD yang jelas agar dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan asli daerah.
“Penyertaan modal daerah sebesar Rp 10 miliar pada PT BPR Kertaraharja harus memberikan kontribusi maksimal bagi penerimaan pendapatan daerah, sehingga tujuan pendirian BUMD sebagai sumber pendapatan pemerintah daerah dapat tercapai,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa manajemen PT BPR Kertaraharja harus menjalankan tata kelola yang baik, profesional, dan berhati-hati dalam mengelola modal tersebut. Sesuai dengan pasal 4 ayat 3 pada rancangan perda, segala konsekuensi hukum atas penyimpangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab direksi PT BPR Kertaraharja.
“Pengelolaan modal harus berorientasi pada keuntungan (profitable) dan profesionalisme agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat luas,” pungkas H. Asep Ikhsan.***