JABARONLINE.COM - Kondisi memprihatinkan dialami sejumlah pekerja proyek pembangunan saluran irigasi (senderan) di Telukagung, Kecamatan Indramayu, dan Lobener, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mereka mengungkapkan bahwa keselamatan kerja mereka diabaikan dalam proyek tersebut.

Para pekerja kasar yang dipekerjakan oleh PT. SAC Nusantara mengeluhkan ketiadaan perjanjian kerja yang jelas. Lebih jauh lagi, mereka mengaku tidak didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, padahal pekerjaan mereka sangat berisiko karena dilakukan di sungai.

"Padahal kita bekerja di proyek pemerintah, katanya dari BBWS dan proyek besar dengan anggaran miliaran rupiah. Tapi kenapa, PT SAC Nusantara mempekerjakan kita tidak ada agrimen, tidak dimasukan BPJS. Yang lebih parah, kita hanya dibayar Rp 80.000 perhari atau Rp 2.4 juta perbulan, jauh dibawah UMR Kabupaten Indramayu Rp 2.79 juta," ujar Taruna (32), salah satu pekerja, dengan nada kecewa.

Menurut Taruna, perusahaan terkesan tidak profesional dan melanggar aturan ketenagakerjaan. Ia juga menyoroti kejanggalan dalam sistem penggajian, di mana upah pekerja justru disalurkan melalui pamong desa (Lurah Pemdes Telukagung) dan diambil di kantor Koramil Jatibarang.

"Ada apa dengan koramil dan Lurah Desa Telukagung?. Kok bisa saya yang kerja mereka yang ngambil upah, saya heran. Bertahun-tahun saya bekerja dimana-mana, Surabaya, Ambon, Maluku dan NTT Nggak begini, pasti ada sesuatu dibalik ini, dan tidak beres," jelas Taruna dengan nada curiga.

Taruna mengungkapkan, saat menerima gaji dari Lurah, setiap pekerja dipotong Rp 50 ribu dengan alasan biaya transportasi dan rokok. Ia berencana melaporkan masalah ini kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan berharap agar ada tindakan nyata.

"Ini pekerjaan, lanjut Taruna, kacau dan amburadul. Banyak pekerja yang tidak safety tidak menggunakan Alat Pelindung diri (APD) karena tidak dilengkapi oleh pihak PT SAC Nusantara."

"Sudah dibawah UMR, kita kerja tidak ada agrimen, tidak ada kontrak kerja, tidak di masukan BPJS. Kalau kita ada apa-apa (kecelakaan kerja) gimana?. Pihak PT jangan seenaknya, kerja tuh ada aturan," tegas Taruna, menambahkan bahwa mereka terkadang bekerja lembur, tetapi hanya diberi makan sekali dengan lauk seadanya berupa tempe dan tahu.

"Pak KDM dimohon turun tangan ke lokasi, lindungi warga bapak, percuma di sini ada aparat pemerintah desa juga malah dzolim ke pekerja dan hanya mementingkan sendiri memanfaatkan situasi" tegas Taruna dengan nada putus asa.

Lurah Desa Telukagung, Idin Jahidin, saat dikonfirmasi pada Kamis (13/11/2025) melalui WhatsApp, tidak menyangkal tuduhan para pekerja. "Semua desa juga yang ngambil gaji lewat Lurah. Untuk potongan gaji itu tidak benar, yang benar saya dikasih sendiri oleh pekerja, yah 50 ribu untuk rokok," ujar Idin singkat.

Sementara itu, Pelaksana Proyek/Mandor PT. SAC, Bang Lay, yang dihubungi melalui telepon seluler pribadinya pada Jumat (14/11/2025) pagi, tidak memberikan respons.

Proyek irigasi yang bermasalah juga ditemukan di Desa Pawidean, Blok H. Masduki, Kecamatan Jatibarang. Proyek ini menjadi sorotan masyarakat karena adanya kejanggalan dalam proses pengerjaannya.

Material yang digunakan terlihat berupa pasir bercampur waled, yang dianggap tidak memenuhi standar untuk pembangunan senderan. Selain itu, proyek juga dikerjakan secara manual.

Menurut pekerja, proyek tersebut memiliki panjang sekitar 500 meter di sisi kanan dan kiri. Informasi ini dibenarkan oleh pengawas lapangan, Joseph. Namun, admin teknik, Dendy Junawan, memberikan pernyataan berbeda. Ia mengaku hanya menangani pengerjaan saluran kecil di area sawah dengan nilai SPK di bawah Rp200 juta.

"Yang saluran besar itu bukan punya saya, Pak. Itu PT SAC. Saya hanya mengerjakan selokan di sawah," ujar Dendy ketika dikonfirmasi di lokasi.

Perbedaan data ini menimbulkan dugaan kuat adanya ketidaksinkronan informasi terkait besaran anggaran dan pembagian proyek di wilayah tersebut.

Selain masalah transparansi, kondisi di lapangan menunjukkan praktik kerja yang jauh dari standar. Pekerja mengaduk material secara manual tanpa mesin molen, dan tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

"Kalau anggarannya besar, kenapa kualitas pasirnya seperti itu? Masa pakai waled? Pekerjanya juga nggak pakai molen. Ini jelas merugikan masyarakat," keluh seorang warga setempat.

Pemerintah Desa Pawidean juga mempertanyakan transparansi proyek. Salah satu perangkat desa menyatakan, "Kami tidak pernah menerima laporan resmi terkait spesifikasi material maupun anggarannya. Warga mempertanyakan, kami pun ikut mempertanyakan. Karena senderan ini untuk kepentingan bersama, bukan proyek asal jadi."

Warga menduga adanya upaya pengurangan biaya operasional yang bisa mengarah pada potensi korupsi, terutama karena kualitas material dan metode pengerjaan dinilai tidak sesuai standar.

Masyarakat berharap pihak BBWS, kontraktor pelaksana, dan pihak terkait lainnya segera memberikan klarifikasi terbuka mengenai anggaran, spesifikasi material, dan prosedur teknis yang diterapkan. Mereka juga meminta pengawasan lebih ketat agar pembangunan benar-benar memberikan manfaat dan tidak menjadi sumber kerugian negara.

Hadi, seorang warga setempat, mengungkapkan kekecewaannya, "Proyek tidak jelas tidak ada pengumuman dan keterangan anggaran seperti proyek siluman, dan tidak ada penanggungjawab saling lempar," katanya. 

(Tim)