JABARONLINE.COM — Penanganan laporan dugaan korupsi Dana Desa Rawapanjang, Bojonggede, kembali memicu pertanyaan publik. Kejari Kabupaten Bogor dinilai tidak menunjukkan itikad serius menindaklanjuti laporan masyarakat yang sudah diterima sejak 31 Oktober 2025, terkait dugaan penyimpangan dana ketahanan pangan dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 700 juta.

Hingga lebih dari satu bulan, tidak ada satu pun kepastian atau jawaban resmi dari Kejari. Kondisi ini memaksa LSM KPK Nusantara Bogor Raya mengirimkan permintaan perkembangan penanganan kasus pada tanggal 2 Desember 2025.

Ketua DPC LSM KPK Nusantara Bogor Raya, Oskar  menilai sikap Kejari mengarah pada pembiaran.
“SOP Kejaksaan jelas mewajibkan memberikan jawaban perkembangan laporan. Diamnya Kejari justru menimbulkan dugaan bahwa ada sesuatu yang sedang ditutupi,” tegasnya. Karena itu, Oskar resmi melaporkan keterlambatan ini ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.

Hasil penelusuran LSM menunjukkan pola dugaan korupsi yang terstruktur. Selain dugaan mark-up, Kepala Desa Rawapanjang diduga membuat LPJ fiktif dan mencairkan dana ketahanan pangan melalui rekening BJB atas nama ketua Posyandu dan pengurus RW — orang-orang yang bahkan tidak tahu bahwa nama mereka dipakai untuk pencairan dana desa.

Buku tabungan serta ATM justru dipegang oleh Bendahara Desa. Para ketua Posyandu mengaku baru mengetahui pencatutan identitas setelah dipanggil Inspektorat Kabupaten Bogor. Bahkan Kepala Desa disebut sempat mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada mereka.

LSM KPK Nusantara Bogor Raya menilai lambannya Kejari membuka ruang hilangnya bukti, tekanan pihak tertentu, hingga potensi intervensi.

“Kami mendesak Kejari Bogor bergerak. Kasus ini terlalu terang untuk diabaikan. Jika Kejari diam, publik berhak curiga ada konflik kepentingan,” ujar Oskar.

LSM KPK Nusantara meminta Kejari segera memberikan jawaban resmi, menaikkan status perkara, dan menunjukkan bahwa penegakan hukum tidak boleh selektif—terutama ketika menyangkut uang rakyat. (Osk)