JABARONLINE.COM – Pemerintah pusat mulai mengubah cara negara merespons bencana dengan memperkenalkan skema Pelindungan Sosial Adaptif (PSA), sebuah sistem baru yang dirancang untuk memastikan warga terdampak bencana tidak hanya selamat pada fase darurat, tetapi juga mampu pulih secara utuh setelah masa krisis berlalu.
Model penanganan terbaru itu dipaparkan Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, A. Muhaimin Iskandar, ketika meninjau kawasan terdampak banjir bandang dan tanah longsor di Kampung Pamokoan, Desa Sukarame, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, pada Kamis (27/11/2025). Dalam kunjungan tersebut ia didampingi sejumlah anggota legislatif dari pusat dan daerah, unsur pemerintah Kabupaten Sukabumi, serta jajaran Kemenko.
Di lapangan, Muhaimin menyoroti kerja bersama berbagai elemen masyarakat yang berhasil membangun hunian sementara dan permanen bagi korban dalam waktu yang relatif singkat. Ia menyebut sinergi semacam itu menjadi gambaran bagaimana negara, masyarakat, dan sektor swasta bisa saling menguatkan ketika bencana terjadi.
"Contoh yang kita lihat di Sukarame ini menunjukkan bahwa ketika lembaga pemerintah, komunitas, dan relawan bergerak bersama, proses pemulihan dapat berlangsung jauh lebih cepat," ujar Muhaimin.
Ia menegaskan bahwa wilayah seperti Sukabumi—yang dikenal memiliki kontur rawan longsor dan banjir—memerlukan kesiapsiagaan yang terukur dan dukungan lintas sektor.
"Kerentanan bencana semakin kompleks. Kita harus menghadapi situasi ini dengan kerja kolektif dan perencanaan yang matang," katanya.
Menanggapi pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025, Muhaimin menjelaskan bahwa PSA akan mengintegrasikan berbagai program sosial negara dalam satu sistem terpadu. Mulai dari pendataan penduduk, bantuan sosial, jaminan layanan dasar, hingga dukungan ekonomi pascabencana.
"Pendekatan baru ini memastikan setiap kebutuhan warga ditangani secara menyatu, bukan terpisah-pisah. Dari identitas kependudukan sampai pemulihan ekonomi, semuanya dirangkai dalam satu jalur," jelasnya.
Saat ditanya mengenai target mencegah munculnya kelompok rentan baru, ia menegaskan bahwa PSA memang dirancang untuk menghentikan potensi kemiskinan baru yang muncul setelah bencana. Program ini, lanjutnya, tidak hanya diterapkan di Sukabumi tetapi juga di berbagai titik rawan di Indonesia.
"Beberapa wilayah sudah mulai menjalankan model ini, termasuk daerah-daerah yang sering menghadapi banjir, erupsi, dan gempa. Semua kementerian bergerak serempak," tutur Muhaimin.
Ia juga menegaskan bahwa mekanisme penanganan bencana tetap berjalan sesuai protokol: BNPB bertugas pada fase darurat, Kementerian Sosial menyalurkan bantuan, sementara Kementerian PUPR bersama pemerintah daerah memperbaiki sarana publik dan infrastruktur vital.
"PSA kita dorong sebagai langkah antisipatif agar dampak bencana dapat ditekan dari awal," imbuhnya.
Data pemerintah mencatat bahwa banjir bandang di Kampung Tugu Cikahuripan dan longsor di Sukarame menyebabkan lebih dari tiga ribu warga terdampak, terdiri dari lebih dari seribu kepala keluarga. Selain merusak permukiman, bencana tersebut menimbulkan tekanan baru terhadap kondisi sosial ekonomi warga.
Salah satu persoalan krusial yang ditemukan di lokasi adalah hilangnya atau tidak dimilikinya dokumen kependudukan oleh ratusan keluarga. Kondisi ini menghambat warga menerima bantuan sosial, pelayanan kesehatan, hingga program pemulihan. Kemenko PM langsung membuka layanan cepat pendataan ulang dan pembuatan dokumen.
"Dokumen kependudukan adalah pintu ke seluruh layanan pemerintah. Negara harus memastikan aksesnya dipermudah," tegasnya.
Sebagai bagian dari pemulihan awal, pemerintah pusat bekerja sama dengan DPR RI, Pemkab Sukabumi, dan berbagai pemangku kepentingan menyalurkan bantuan berupa pembangunan hunian baru, renovasi rumah rusak, perbaikan akses jalan, pengadaan bronjong untuk menguatkan tebing, penanaman pohon keras, serta pembagian ribuan paket sembako untuk warga yang kehilangan mata pencahariannya.***