JABARONLINE.COM – Seorang perempuan berinisial GM kembali mempublikasikan cerita panjang mengenai dugaan kekerasan seksual yang ia alami. Dalam unggahan terbarunya di Facebook, GM menjelaskan alasan mengapa baru sekarang ia berani membuka suara setelah sekian lama diam.
Dalam tulisan itu, GM menyinggung tekanan sosial yang kerap membuat para penyintas memilih bungkam.
Ia mengatakan masih banyak masyarakat yang meremehkan laporan korban dan justru menyalahkan pihak yang menjadi sasaran pelecehan.
GM menegaskan bahwa upaya hukum sebenarnya sudah ia tempuh sejak lama. Ia menyebut laporan ke sejumlah pihak terkait telah dilakukan jauh sebelum kisahnya ramai dibicarakan publik.
“Saya sudah melalui prosedur pelaporan sejak dulu, bahkan pihak terkait sempat membahas sanksi tegas untuk orang yang saya maksud. Prosesnya masih berjalan dan saya tetap mengawal agar kasus ini tidak tenggelam,” tulisnya.
Dalam unggahan itu, GM juga menanggapi pertanyaan publik soal alasan tidak menyebutkan identitas pelaku secara terbuka. Ia menekankan bahwa proses penegakan hukum tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ia pun menjawab tudingan yang kerap diarahkan kepada korban, terutama terkait anggapan “suka sama suka”.
Menurut GM, tindakan asusila terhadap anak tetap merupakan pelanggaran, sekalipun ada relasi kedekatan yang dianggap konsensual.
Korban dalam usia di bawah 17 tahun, kata dia, tidak bisa ditempatkan pada posisi yang setara dengan orang dewasa.
Dalam wawancara sebelumnya, GM mengaku berbicara karena khawatir kasus serupa akan kembali menimpa siswi lain. Ia yakin korban bukan hanya dirinya.
“Bukan cuma saya yang mengalami hal ini, ada teman-teman lain. Saya percaya jumlahnya lebih banyak dari yang terungkap,” ujarnya.
GM juga mengungkap pola yang menurutnya sudah lama menjadi kegelisahan para siswa, yakni ajakan pertemuan pada malam hari di salah satu gedung sekolah. Hal itu, kata GM, dibungkus berbagai alasan, mulai dari konsultasi hingga urusan akademik.
Ia menuturkan bahwa pendekatan yang digunakan pelaku dimulai dari rayuan halus dan janji-janji, sebelum akhirnya mengarah pada pertemuan yang tidak wajar.
“Dari awal selalu dimulai dengan perhatian berlebihan, seperti menawarkan bantuan layaknya konselor. Dari situlah semuanya bermula,” kata GM.
Ia mengaku membutuhkan waktu sangat panjang untuk mengumpulkan keberanian. Setelah 13 tahun, barulah ia merasa siap mengungkapkan apa yang dialaminya kepada publik.
GM mengatakan masa itu penuh tekanan dan ketakutan. Menurutnya, ancaman dari pelaku membuat ia hampir setiap malam hidup dalam rasa was-was.
“Bertahun-tahun saya dihantui rasa takut. Ancaman itu terus-menerus membuat saya tidak berani bersuara,” ungkapnya.
Unggahan terbaru GM kini kembali menyedot perhatian warganet, sementara proses hukum dilaporkan masih berjalan.***