Jabaronline.com,  — Rabu, 26 November 2025 | Sukabumi Bantuan sosial adalah jaring pengaman negara bagi rakyat kecil. Namun, di balik aturan yang baku, kisah nyata di lapangan kerap mengingatkan bahwa kebijakan tidak boleh kehilangan sisi kemanusiaannya.

Hari ini, sebuah pengaduan dari warga Sukabumi membuka mata kita. Sebuah keluarga penerima Bantuan Tunai Sosial Kesra senilai Rp900 ribu menghadapi kenyataan pahit. Bantuan tersebut tercatat atas nama sang istri, Elis.

Dari keterangan Abah Empud, kakek dari anak Elis, dijelaskan bahwa anaknya sudah lama bercerai. Sang ayah kini sakit parah, bertahun-tahun hanya bisa berbaring tanpa mampu beraktivitas. Sementara mantan istrinya merantau ke Arab Saudi.

“Jadi anaknya ikut di Kartu Keluarga bapaknya,” kata Abah Empud.

Takdir yang Menyakitkan, Kemanusian yang Hilang di Balik Aturan

Masih menurut Abah Empud, ketika kabar bantuan datang, sang anak yang masih sekolah terpaksa meminta izin kepada gurunya untuk mengambil bantuan di kantor pos demi biaya makan sehari-hari. Namun, takdir berkata lain.

“Tadi di telepon bapaknya, suruh ambil bantuan di kantor pos. Namun sebelum ke kantor pos, anterin dulu temannya yang sakit. Ya itu terjadi kecelakaan di perjalanan, sekarang di rumah sakit Palabuhanratu,” ungkapnya dengan suara bergetar.

Kini, anak tersebut dirawat di IGD RSUD Palabuhanratu, menambah luka di tengah harapan yang pupus.

Dalam kondisi darurat, sang kakek mencoba mengambil bantuan di kantor pos wilayah Cikakak. Namun, permintaan ditolak dengan alasan kartu keluarga buram. Padahal, KK tersebut jelas mencatat status perceraian dan nama penerima bantuan.

“Jadi Abah anu ngambil ke kantor pos, tapi ditolak karena kartu KK-nya buram,” terang Abah Empud.

Setelah KK dicetak ulang dengan tulisan jelas, sang kakek kembali mencoba. Namun, lagi-lagi ditolak dengan alasan teknis. Petugas menyebut kantor pos sudah tidak ada orang dan mengarahkan agar datang keesokan harinya ke kantor desa Sukamaju Kecamatan Cikakak.

“Tadi datang lagi setelah kartu KK dicetak ulang dengan tulisan jelas dan tidak buram, juga sama ditolak… diarahkan besoknya ngambil ke kantor desa Sukamaju,” kata Abah Empud dengan nada pilu dan mata berkaca-kaca.

Bahkan surat keterangan resmi dari Kepala Desa Sukamaju yang menegaskan kondisi keluarga, walaupun belum dibuatkan, itu pun tidak mampu meluluhkan aturan kaku di lapangan.

Pesan untuk Presiden

Kisah ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah seperti ini wajah kebijakan yang diharapkan Presiden Prabowo di daerah?

Aturan memang penting untuk menjaga ketertiban dan akuntabilitas. Namun, aturan yang terlalu kaku tanpa mempertimbangkan kondisi nyata justru bisa melukai rakyat yang seharusnya dilindungi.

Bantuan sosial bukan sekadar angka dalam laporan, melainkan napas kehidupan bagi keluarga miskin, anak sekolah, dan orang tua yang sakit. Ketika aturan menutup mata terhadap sisi kemanusiaan, tujuan mulia bantuan itu kehilangan makna.

Catatan dan Harapan

Penyederhanaan Prosedur Dokumen buram atau pencetakan ulang sebaiknya tidak menjadi penghalang utama. Validasi bisa dilakukan dengan surat keterangan resmi dari kepala desa.

Fleksibilitas di Lapangan Petugas harus diberi ruang untuk menggunakan kebijaksanaan, terutama dalam kondisi darurat.

Penguatan Aspek Kemanusiaan Bantuan sosial harus menempatkan rakyat sebagai pusat. Aturan adalah pagar, tetapi kemanusiaan adalah jiwa dari kebijakan.

Presiden Prabowo telah menegaskan komitmen untuk memperkuat ekonomi rakyat dan memastikan bantuan sosial tepat sasaran. Namun, kisah di Sukabumi ini menjadi cermin bahwa di lapangan, aturan seringkali berjalan tanpa hati.

Harapan rakyat sederhana: aturan tetap dijaga, tetapi jangan sampai sisi kemanusiaan hilang. Karena sejatinya, negara hadir bukan hanya dengan regulasi, tetapi juga dengan empati.