JABARONLINE.COM - Polemik di kawasan Pantai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, kian melebar setelah deretan bangunan glamping, pagar pesisir, serta penutupan jogging track pemerintah yang dilakukan WNA asal Korea, kini diikuti isu lain. Hadirnya usaha karaoke yang mereka kelola di lokasi yang sama. Pemerintah Desa Citepus menegaskan bahwa aktivitas tersebut berada dalam pengawasan ketat dan tidak menutup kemungkinan izinnya dicabut jika ditemukan pelanggaran.
Kepala Desa Citepus, Koswara, mengatakan pemerintah desa tidak pernah menerima koordinasi awal mengenai pembangunan glamping dan pemagaran pantai. Warga lah yang pertama kali melapor karena jogging track yang dibangun pemerintah ditutup oleh struktur bangunan baru, Senin 8 Desember 2025.
“Pantai dipagar, jogging track pemerintah disekat, dan tenda glamping bertambah tanpa pemberitahuan. Ini sangat merugikan kepentingan umum,” tegas Koswara.
Koswara mengungkap bahwa selain aktivitas di pesisir, WNA tersebut juga mengelola tempat karaoke di kawasan yang sama. Izin lingkungan memang telah diajukan, namun disertai syarat yang sangat ketat agar tidak bertentangan dengan norma sosial dan adat masyarakat setempat.
“Izin lingkungan disetujui dengan catatan jelas. Tidak boleh menjual atau menyediakan minuman keras, tidak boleh ada LC atau pemandu karaoke, serta wajib menjaga etika dan batasan aurat,” kata Koswara.
Ia menjelaskan bahwa aktivitas karaoke juga dibatasi waktu:
“Jam operasional maksimal pukul 23.00 sampai 24.00 WIB. Bila melewati itu, atau ditemukan miras, izin lingkungan otomatis dicabut karena melanggar kesepakatan dengan masyarakat,” tegasnya.
Konsekuensi Tegas Bila Ada Pelanggaran
Koswara menegaskan bahwa kesepakatan antara pemohon dan masyarakat bersifat mengikat.
“Masyarakat dan pemohon sepakat—bila ditemukan miras atau pelanggaran waktu operasi, maka izin lingkungan dicabut. Itu sudah jadi kesepakatan resmi,” ujarnya.
Dilema Kawasan Wisata dan Pemukiman
Diakui Koswara, lokasi usaha karaoke itu berada di wilayah yang berada dalam situasi dilema: kawasan wisata, namun sekaligus pemukiman warga.
“Inilah tantangannya. Di satu sisi wisata harus berkembang, di sisi lain ada norma agama dan norma sosial yang harus dihormati. Makanya izin lingkungan hanya diberikan dengan syarat ketat agar tidak mengganggu warga,” jelasnya.
Bangunan Glamping dan Karaoke Masuk Pengawasan Penertiban
Kasus ini sudah dilaporkan ke berbagai pihak seperti Satpol PP, Satpol Airud, TNI AL, kecamatan, dan dinas-dinas terkait. Pemerintah desa mendesak agar seluruh bangunan dan aktivitas yang tidak berizin ditindak sesuai aturan.****