JABARONLINE.COM - Sejumlah warga di Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak jenis Pertalite di SPBU Jalan Atang Senjaya, Pasirgaok, Ranca Bungur, Kabupaten Bogor. Dalam hampir sepekan terakhir, pasokan di stasiun pengisian itu mendadak kosong tanpa pemberitahuan.

Bagi warga sekitar, SPBU Atang Sanjaya menjadi titik pengisian utama. Hilangnya pasokan Pertalite membuat sebagian pengendara terpaksa menempuh jarak lebih jauh ke SPBU lain atau membeli BBM eceran di pinggir jalan. SPBU Pertamina 34-16304 di Parakan Jaya, Kemang, menjadi pilihan terdekat, dengan jarak 7,8 kilometer atau sekitar 20 menit berkendara.

Heru (40), pengemudi ojek daring, mengatakan ia harus memutar hingga ke SPBU Kemang demi bisa bekerja.

"Biasanya ada, ini mendadak kosong beberapa hari ini. Kami ini ojol, Pak, tiap hari butuh Pertalite untuk operasional. Kalau di SPBU sentral sini tidak ada, terpaksa harus putar balik. Sangat mengganggu waktu dan mata pencaharian," ujarnya, Rabu (1/10/2025).

Andini (27), karyawan toko ritel di Ranca Bungur, mengaku khawatir terlambat masuk kerja karena harus mencari SPBU yang lebih jauh.

"Jam masuk saya pagi, biasanya isi dulu di sini. Begitu kosong, harus ke Kemang. Itu bikin saya telat dan biaya transportasi juga jadi lebih besar," katanya.

Bagi pekerja swasta seperti Arman (33), karyawan gudang di wilayah Parung, kondisi ini membuat biaya harian bertambah.

"Kalau tiap hari harus muter ke Kemang, itu nambah ongkos. Gaji segitu-gitu aja, sementara bensin jadi lebih boros. Kami harap bisa cepat ada lagi Pertalite di sini," ungkapnya.

Kosongnya stok tanpa penjelasan membuat warga meminta adanya informasi yang lebih jelas. Andre (55), pengguna jalan lainnya, mengatakan masyarakat hanya berharap ada pemberitahuan tertulis bila stok habis.

"Kalau memang ada kendala distribusi atau stok habis, tolong pasang pengumuman yang jelas di depan. Jangan sampai warga datang jauh-jauh dan kecewa karena harus masuk dulu baru tahu. Kami hanya menuntut transparansi informasi dari pengelola SPBU," tutur Andre.

Bagi sebagian warga, membeli bensin eceran menjadi opsi cepat meski penuh risiko. Rian (22), mahasiswa di Bogor, menyebut harga eceran lebih tinggi dan kualitas BBM tidak selalu terjamin.

"Kami punya pilihan sulit. Kalau beli eceran di pinggir jalan, kami takut kualitas BBM-nya dioplos atau tidak terjamin, dan harganya pasti berbeda dari harga resmi SPBU. Sementara, SPBU Pertamina terdekat itu hampir 8 kilometer. Jauh sekali dan memakan biaya tambahan," katanya.

Situasi ini juga menyulitkan pelaku usaha kecil. Dede (35), pedagang sayur keliling, mengatakan jadwal dagangannya ikut kacau.

"Kalau muter lebih jauh untuk isi bensin, otomatis dagangan saya telat sampai ke pelanggan. Bensin eceran pun mahal, keuntungannya jadi tergerus," ungkap Dede.

Penjelasan Pengelola SPBU

Pengawas SPBU Atang Sanjaya, Irpan, mengatakan kosongnya Pertalite terjadi sejak 16 September 2025. Ia menyebut, pasokan dihentikan sementara karena adanya sanksi dari Pertamina.

"SPBU kena sanksi penghentian pengiriman Pertalite selama 1 bulan. Terhitung tanggal 15 September sudah tidak ada kiriman Pertalite," ungkap Irpan.

Menurut dia, sanksi diberikan karena adanya dugaan kelalaian operator saat melayani pembeli.

"Karena diduga kelalaian operator melayani pembeli motor yang bolak-balik isi ke SPBU," ujarnya.

Irpan menambahkan, selama ini pemilik SPBU selalu berupaya mengikuti aturan dari Pertamina. Namun, kasus ini murni disebabkan kelalaian di lapangan.

"Selama ini pihak owner selalu mengikuti segala aturan SOP yang diberikan Pertamina dan ini murni hanya karena kesalahan dan kenakalan dari operatornya saja. Jadi pemilik dan masyarakat yang dirugikan dengan dihentikannya pasokan Pertalite ini," jelasnya.

Irpan mengakui SPBU ikut merugi karena tidak bisa menjual Pertalite dan telah memberi sanksi tegas kepada operator.

"Bagi SPBU mengalami kerugian karena tidak menjual BBM Pertalite. Kami sudah memberikan sanksi yang tegas dengan memberhentikan operator-operator yang nakal tersebut," kata dia.

Selama Pertalite kosong, SPBU hanya bisa memasang spanduk pengumuman dan menyediakan alternatif berupa Pertamax dan Pertamax Turbo.

"Kami menyediakan BBM jenis Pertamax dan Pertamax Turbo sebagai alternatif namun harganya lebih mahal," imbuhnya.

Biasanya, SPBU mendapat pasokan harian 16 kiloliter, sedangkan akhir pekan mencapai 24 kiloliter. Ia menyebut penghentian distribusi baru pertama kali dialami di SPBU tersebut.

"Menurut surat sanksi Pertamina, setelah 1 bulan yaitu tanggal 15 Oktober 2025," katanya.

Irpan berharap distribusi Pertalite bisa segera kembali berjalan normal.

"Segera diberikan kiriman lagi supaya masyarakat sekitar kebutuhannya terpenuhi. SPBU siap berkoordinasi dengan pihak manapun. Harapannya Pertalite segera diberikan kiriman kembali dari Pertamina," tuturnya.

Menunggu Normalisasi Pasokan

Dengan adanya sanksi ini, warga sekitar masih harus bersabar hingga pertengahan Oktober untuk kembali bisa membeli Pertalite di SPBU Atang Sanjaya. Sementara itu, mereka harus menanggung ongkos tambahan atau mengambil risiko membeli BBM eceran di pinggir jalan.***