JABARONLINE.COM - Dugaan pelecehan seksual yang menyeret seorang guru madrasah di Surade kembali mendapat perhatian serius. Setelah GM menyampaikan pengalaman pahit yang ia simpan selama bertahun-tahun, muncul kegelisahan baru dari sejumlah orang tua siswa MTs yang menduga anak mereka mungkin punya pengalaman serupa.
Informasi mengenai potensi korban tambahan itu pertama kali terdeteksi saat proses pendampingan GM dilakukan oleh Dikdik Hardy, anggota Pokja Pendidikan KPAI yang juga psikolog klinis di DP2KB Kabupaten Sukabumi. Dari hasil penelusuran awal, Dikdik mendapati sejumlah sinyal yang mengarah pada perlunya penanganan lebih lanjut terhadap beberapa siswa yang disebutkan oleh GM.
Sebagai tindak lanjut, GM dijadwalkan menjalani pertemuan resmi dengan jajaran DP3A Kabupaten Sukabumi pada Senin, 17 November 2025. Dalam agenda tersebut, dinas akan menyusun mekanisme pendampingan jangka panjang dan memastikan bahwa korban mendapat perlindungan yang memadai.
Usai pertemuan, tim pendamping dari kabupaten akan turun langsung ke Surade. Langkah lapangan itu meliputi pembukaan layanan konseling, evaluasi situasi sekolah, serta kerja sama dengan pihak kecamatan dan Unit PPA Polres Sukabumi untuk memantau potensi munculnya korban lain.
Di tengah pendalaman kasus, beredar pula dugaan adanya foto dan rekaman digital yang diduga pernah digunakan sebagai alat tekan oleh terduga pelaku. Informasi mengenai materi digital tersebut sudah masuk dalam catatan pendamping. Namun, penelusuran fisik terhadap perangkat seperti telepon dan laptop sepenuhnya berada di bawah kewenangan pihak kepolisian.
Pada tahap awal pemetaan, tim psikologi yang terlibat menilai bahwa pola tindakan yang disampaikan oleh GM mengarah pada perilaku berulang yang tidak bersifat spontan. Analisis pola itu menjadi dasar penting untuk memperkirakan risiko dan memahami alur tindakan terduga pelaku.
GM sendiri mengungkap bahwa peristiwa yang ia alami bukan sesuatu yang terjadi dalam sekali waktu, melainkan rangkaian panjang yang membuatnya tertekan dan memilih diam. Keberaniannya berbicara dipicu kebutuhan untuk mencegah hal tersebut terjadi kembali pada adik-adik kelasnya.
DP2KB dan DP3A menyatakan bahwa seluruh proses ini akan mereka kawal hingga tuntas, termasuk memastikan kerja sama penuh dari pihak sekolah serta langkah hukum dari aparat terkait.***